Thursday, November 25, 2010

Narumi Soukichi_Nobody's Perfect



Hm, melihat sosoknya yang satu ini, aku jadi ingat tentang Toshiya Fuji yang dulu sempat memerankan Hoshikawa Gaku dalam film Tokusatsu "Chikyu Sentai Fiveman" sebagai Five Red dan sekaligus pemimpin dari Fiveman ini sendiri.

Sosok Soukichi ini membuatku rindu pada sosok seorang Paman yang cool dan keren. Mengingatkanku sosok seorang yang begitu tegas, bijaksana, dan teguh memegang prinsipnya. Sebagai ayah dari Narumi Akiko, bisa dibilang dia cukup misterius, terlebih dengan putrinya dia jarang bertemu. Hidari Shoutaro sendiri nampaknya begitu mengaguminya dan menganggapnya sebagai seorang ayah dan bagian dari dirinya sendiri. Buatku hubungan cerita yang unik dan sederhana ini sangat menarik. Hm, walau aku agak tidak suka saat tahu bahwa Philip adalah bentuk dari data (mass of data), kekuatan unik yang tak terpikirkan.

Yah, tapi Kamen Rider Skull yang diperankan oleh Soukichi memang keren dan menarik. Dengan sikapnya yang santai, tenang, dan berwibawa, aku jadi benar-benar mengagumi sosoknya yang satu ini. Jadi seperti anak kecil yang ingin bertemu dengan ayahnya, hahaha ...

Lalu, lagu yang sengaja dinyanyikan olehnya dengan judul Nobody's Perfect memiliki arti dan makna yang mendalam seperti lagu-lagu Jepang pada umumnya. Tidak jauh dari makna kehidupan yang melindungi seseorang yang kita sayangi, berusaha untuk menjadi lebih kuat, dan menyatakan bahwa tak ada orang yang sempurna.
Di bawah ini lirik dari lagu Nobody's Perfect-nya Soukichi ...

Kizutsuita sono ude ni nani wo daiteru
Utareta hoho wo nuguu you ni warai
Kurushimi wa yasashisa wo shinase ya shinai
Yowasa wo shireba hito wa tsuyoku nareru

Saa omae no tsumi wo kazoe
Tamashii ni fumi-todomare
Ai suru mono wo mamoru tame ni tachi mukareba ii
Tachi mukatte yukeba ii

Kimerareru michi wa ima tada hitotsu dake
Yabureta yume mo mata chikara ni dekiru

Koko kara saki no jibun ni aeru made
Saa omae no tsumi wo kazoe
Tamashii ni fumi-todomare
Ai suru mono to ikiru tame ni
Daki shimereba ii
Daki shimete mireba ii

Nobody's Perfect
Nobody's Perfect
Sore dake ga inochi no akashi

Saa omae no tsumi wo kazoe
Tamashii ni fumi-todomare
Ai suru mono wo mamoru tame ni tachi mukareba ii
Donna toki mo
Tachi mukatte yukeba ii

Wisuda: Salah Satu Hari Kebanggaanku


Fiuh, setelah empat tahun berlalu dan menjalani kehidupan kampus yang begitu berlimpah dengan berbagai godaan dan tentu saja pengetahuan, akhirnya aku berhasil menuntaskannya. Hari yang menjadi salah satu kebangganku, setidaknya begitu. Setidaknya aku bisa menghela nafas panjang sesaat dan berkata dalam hati bahwa satu tahap sudah terlewati. Tentu saja, akhir dari perjalanan ini adalah awal dari perjalanan yang baru.

Setelah ini, aku tentu harus menghadapi dunia yang lebih kompleks, lebih rumit, dan lebih merepotkan dari sebelumnya. Melanjutkan kembali hidup dan menata kembali jalan selanjutnya, memang merepotkan, tapi itulah hidup yang harus dilalui.

Selama empat tahun, perjuangan yang kulalui benar-benar menguras keringat, tenaga, dan pikiranku. Siapa yang menyangka bahwa ternyata perjuangan itu berakhir dengan senyuman lembut di depan mataku. Kebersamaan yang terbangun selama empat tahun ini pun walau sempat menghilang, setidaknya menampakkan sedikit jejak di depanku.

Empat tahun terlewati sudah, banyak hal yang terlewati begitu saja. Kekesalan, kebanggaan, kebahagiaan, kekhawatiran bersatu padu. Masa-masa polos yang dilalui saat tingkat awal mendadak berubah menjadi masa yang merasa paling benar dengan pendapat sendiri, dan itu sempat teralami. Masa-masa dimana masih berjalan bersama teman-teman sepanjang jalan menuju gerbang, bermain bersama, bercerita bersama, mengalami segalanya hampir bersamaan. Tapi, hal-hal seperti itu pada akhirnya berlalu sudah. Kebersamaan dimanapun dan yang bagaimanapun pada saatnya nanti akan menjauhi kita. Perlahan kita sendiri yang harus menentukan arah kita sendiri. Dan saat kita berpikir bahwa saat-saat ini tidak akan berubah, kau salah besar.

Setiap kondisi selalu berubah-rubah. Kebersamaan yang terjalin pun perlahan mulai menghilang. Masing-masing dari kita memilih jalannya sendiri-sendiri, pergi menggapi mimpi, mencari tujuan, menentukan jalan hidup, dan tentu saja berjalan menuju hari esok yang lebih baik.

Dan tentu saja, aku bisa menjejakkan kakiku di hari ini berkat usaha, dukungan, dan doa orangtuaku. Nasehat-nasehat Mamah dan Papah yang senantiasa dilontarkan padaku. Adik-adikku yang merepotkan dan selalu menggemaskan walau seringkali memberiku keceriaan, teman-teman baikku yang senantiasa mendampingi dan mendukungku. Dosen-dosen pembimbing, dosen wali, dan dosen penguji yang berbaik hati mengarahkanku. Para staf jurusan, staf sba, dan staf PD3 yang membantuku untuk mengurusi segala keperluan kelulusan, terima kasih banyak.

Tak terasa semua pengalaman yang unik dan tak terduga sudah terlewati begitu saja. Mulai dari tes SPMB, penerimaan dan pendaftaran di fakultas, ospek universitas, ospek fakultas, dan ospek jurusan. Kepanitiaan demi kepanitiaan yang kuikuti satu persatu dan organisasi yang kujelajahi satu persatu. Mulai dari kebingungan memilih jurusan, niat yang awalnya mempengaruhi pikiran dan pilihan yang diambil, hingga kesungguhan hati untuk menjalani semuanya.

Pengalaman seperti pelatihan-pelatihan dan kebersamaan dengan kawan-kawan CTC 2006 yang begitu menyenangkan, penuh dengan canda tawa dan keceriaan. DJatinangor yang perlahan namun pasti menjadi UKM fakultas yang lebih terarah. IMIKI Unpad yang memberikanku kesempatan untuk menjadi bagian dari keluarga besarnya, berbagi bersama dengan penuh keceriaan, kebersamaan yang tak bisa terlupakan, dan membesarkanku menjadi seseorang yang menjadi lebih baik dan lebih dewasa dan matang dalam bertindak. LPPMD Unpad yang dengan pasti mempertemukanku dengan seseorang dan memberiku wawasan mengenai apa yang sering aku cari, tempatku belajar untuk mengasah kemampuan public speakingku, memberiku kesempatan menjadi seorang moderator dan sekaligus membuatku mencoba bersabar dengan kebiaasaan
jam karetnya
, yah, walaupun ternyata aku memilih jalan lain untuknya.

Kawan-kawan UBVU yang selalu nampak ceria dan santai, membantuku mengurangi rasa kesepianku karena ditinggal oleh bola voli, hahaha. Kawan-kawan Merpati Putih yang sudah menyemangatiku dan memberiku kekuatan saat aku mengalami kesulitan di saat event, terima kasih banyak.

Lalu, Pak Deddy, Pak Aceng, Pak Mahmudin dan staf PD3 yang sudah memberiku semangat dan dukungan serta bantuan baik moril dan materiil saat aku ternyata diundang ke Jerman untuk mengikuti ISWI (International Student Week in Ilmenau), terima kasih banyak. Kawan-kawan ISWI 09 yang berjuang bersama di negeri nun jauh disana, berbagi dan bergembira bersama. Kebersamaan dan pengalaman yang tiada tanding, mendebarkan dan mengesankan. Mungkin, lain kali jika berjodoh, kita akan bertemu lagi di event yang berbeda.

Lalu, untuk kawan-kawan di Pelatihan Monitoring HAM ELSAM, yang sudah menyebar dan menempa karirnya masing-masing, terima kasih atas kebaikannya. Pengalaman yang tidak tergantikan dan keluarga baru yang kudapatkan benar-benar membuatku bersyukur. Akhirnya, aku memiliki banyak kakak, sembilan orang kakak yang unik dan mengagumkan. Kebersamaan yang sangat menyenangkan. Kemudian juga, Bang Rizal, Mbak Hatikah, dan Bang Sentot, terima kasih sudah berbaik hati mengarahkan kami saat penelitian yang pada akhirnya tidak sempat kukerjakan karena disibukkan dengan kegiatan yang lain. Perjalanan ke DUFANnya waktu itu benar-benar menyenangkan. Mbak Nini, jadi kangen nih sama mbak, hehehe ... semoga kabarnya di LPSK baik-baik saja ya. Dan untuk Kawan-kawan KKN, semangat ya, ayo kita berjuang bersama-sama.

Yah, apapun yang terjadi, kita harus menghadapi realitas di depan mata kita. Satu-satunya untuk menghadapinya adalah dengan maju ke depan dan menghadapinya penuh keyakinan.


The End of the journey is the beginning of another journey ,,,

A Place I Don't Belong To Anymore


Fiuh, .. perubahan begitu cepat berlalu tanpa pernah kita sadari hingga saat tersadar kita ditinggalkan oleh orang-orang yang kita sayangi. Kebersamaan yang terjalin kini dan tempat yang dahulu menyenangkan dan ramai, kini hanya menyisakan kesepian dan kesendiriannya pada kita. Langkah kaki yang meninggalkan tak perduli dengan apa dan siapa diri kita berjalan, dan bagaimana kondisi kita saat ditinggalkan. Penuh dengan keegoisan yang memenuhi ruang dan aroma keangkuhan yang menyebarkan kegundahan ....

Aku menginjakkan kakiku pertama kali di tempat itu dan merasakan kecanggungan yang cukup tinggi, terlebih keramahan dan keakraban itu hanya tersebar pada mereka yang dikenal saja. Namun, lambat laun, keramahan dan keakraban itu mulai menyentuhku. Berbagai macam orang yang unik mengulurkan tangannya padaku, tersenyum ramah dan merangkulku dengan penuh kelembutan. Mengapitku dengan kebersamaan dan kekeluargaannya yang begitu melimpah, membuatku terlena dan terpesona, bahkan membuatku melupakan semua tawaran-tawaran dari tempat lainnya yang bisa dikatakan membuatku bisa mengasah diriku sendiri dan mengasah kemampuanku.

Aku memilih jalan yang kupikir menarik dan menyenangkan untuk dilalui, kupikir semua orang pun melakukan hal yang sama. Mencari tempat dimana mereka bisa diterima dan dihargai, lalu disayangi dan menjadi bagian dari keluarga yang diidam-idamkan. Merindukan kasih sayang dari tempat yang menerima mereka apa adanya dan memberi mereka motivasi untuk tetap berjuang di jalan yang mereka yakini.

Roda pun berjalan dengan santainya, membawaku kepada masa-masa indah yang termanjakan oleh keberadaan mereka di tempat itu dan membuatku jadi anak manja yang kemana-mana ingin mereka ada di sampingku, meski aku tahu itu sama dengan mendominasi mereka. Tapi, karena aku suka bersama mereka, aku suka keberadaan mereka di sampingku, aku tidak peduli. Keegoisan yang aku biarkan keluar begitu saja tanpa bisa kutahan. Keegoisan yang muncul karena mereka selalu berada di sampingku, berusaha untuk ada di sampingku saat aku butuh dan mengelus kepalaku dengan santai dan lembutnya seraya berkata "santai aja stri," atau memberiku senyuman lembut dan motivasi "aku tahu kalau kamu kuat,". Bagiku keberadaan mereka sudah menjadi keberadaan yang tak terpisahkan dari kehidupanku, berada di tempat itu benar-benar memberiku kebahagiaan yang tak terkira. Kebersamaan yang tak ingin kulepas sedikitpun, kebersamaan yang membuatku melupakan semua orang di sekelilingku, kadang membuatku melupakan kewajiban dan tugas-tugas yang seharusnya aku lakukan. Namun, aku tak peduli, waktu yang kulalui bersama mereka adalah waktu dan kenangan yang berharga dan waktu yang tak ingin kusia-siaka sedikitpun.

Dan roda pun kembali berputar, berganti satu demi satu, membuatku merasa semua orang tidak pernah ada yang tidak berubah. Saat kau tumbuh dan mempunyai mimpi walaupun mimpi itu terdengar konyol, saat kau meyakinkan hati untuk mengejarnya, kau tidak akan melihat sekelilingmu, berlari mengejar mimpi itu seperti anak kecil yang meninggalkan semuanya demi impiannya sendiri. Dan itulah yang terjadi di tempat ini, kini dan mungkin seterusnya memang akan selalu seperti ini.

Kini, tempat yang penuh canda tawa itu menjadi tempat yang jarang penghuninya. Untuk berkumpul saja harus menyamakan jadwal dengan kesulitan yang luar biasa, diralat dan kembali diralat untuk kumpul. Hal yang tidak bisa kusangka sejak awal. Aku merasa akan kehilangan mereka di tempat itu, bahkan aku mulai merasa kecewa jika tempat itu perlahan mulai memudar dan lama-lama hancur karena aku mulai menjauhkan diri dari tempat itu, kembali kecewa akan kekosongan yang terjadi.

Dan sekarang, perlahan semua orang yang kukenal di tempat itu menyongsong mimpi mereka sendiri-sendiri dan berlari meninggalkanku yang masih manja di tempat ini dan terkungkung di dalam duniaku sendiri, meninggalkan tanpa sedikitpun menjejakkan kembali kakinya di hadapanku ataupun memberiku sedikit kata-kata semangat, pergi tanpa kata dan sapa. Tempat yang semula memiliki kebersamaan yang sulit terpisahkan kini berubah menjadi tempat yang kebersamaannya berasal dari kumpulan teman-teman dekat, bukan variasi keunikan masing-masing, aku agak sedikit kecewa.

Tempat itu kini seolah tak beraturan, dibiarkan oleh para penghuninya yang sibuk dan lebih memprioritaskan kepentingan mereka sendiri, membuatku bertanya dalam hati apa yang bisa kulakukan? dan apa yang harus kulakukan? Aku tidak mau memaksa mereka tapi aku ingin mereka ada di tempat ini, membereskan tanggung jawab yang terlupakan karena kesibukan mereka sesaat. Dan aku bertanya dalam keningku sendiri, aku bisa apa? Apakah aku akan membiarkan tempat yang membuatku merasakan kenyamanan ini hancur begitu saja? Rasanya sedih saat ternyata aku pun memilih jalan yang menjauhi tempat ini.

Rasanya berusaha keras di tempat ini pun sekarang tidak membuatku berminat sedikitpun, melepaskannya adalah pelarian yang jelas-jelas ingin aku lakukan. Tapi aku tahu itu tindakan pengecut dan merepotkan diri sendiri. Sama saja dengan aku meninggalkan yang lainnya karena keegoisanku sendiri, menjadi orang yang sama dengan orang-orang yang membuatku kecewa. Sedihnya, ternyata mereka yang menyuruhku bertahan pun pada akhirnya meninggalkanku sendirian. Padahal awal mulanya mereka memintaku bertahan di tempat ini sampai-sampai berniat untuk menyembah dan berlutut padaku untuk memintaku bertahan. Benar-benar mengesalkan. Sekarang jelas, alasanku untuk bertahan pun tidak ada.

Namun, pada akhirnya kebodohanku membuat terdiam dan menyuruhku bertahan. Benar-benar membuatku kesal saja. Berusaha pun nampak tidak dianggap, saat butuh pun kini aku terpaksa harus tegar menerimanya seorang diri. Aku ingin berteriak betapa aku butuh mereka dan ingin bermanja pada mereka, tapi aku tahu itu bodoh. Sekarang mereka sudah punya prioritas masing-masing. Kalau aku berdiam diri seperti orang bodoh, itu hanya akan menyusahkan diriku sendiri. Yang harus kulakukan pada akhirnya adalah bertahan dan melakukan apa yang kupikir bisa kulakukan. Kupikir hanya itu yang bisa kulakukan sekarang, yah apa boleh buat kan? Walau aku tahu, kesetiaan yang selama ini aku lakukan tak menghasilkan apapun, yang ada hanya kontribusi yang tidak akan pernah dianggap dan dibiarkan begitu saja. Mendadak, sikap pesimisku muncul dan berpikir bahwa kesetiaan tak ada gunanya lagi. Sense of belonging pun percuma saja.

Perubahan terjadi tanpa pernah kita sadari, tempat dimana kita merasakan kenyamanan dan penerimaan diri pun kini berubah menjadi tempat yang berbeda, bukan tempat kita lagi, tempat untuk kawan-kawan kita yang lain. Menyesal pun tiada guna, ingin menyalahkan seseorang atau mengeluh pun hanya membuang waktu. Pada akhirnya setiap tempat hanya menjadi tempat sesaat bagi kita, bagi manusia-manusia seperti kita, yang selalu pindah ke satu tempat dan tempat lainnya. Tempat singgah sesaat. Dan berikutnya, kita pun mencari tempat yang lain yang bisa menerima kita apa adanya. Dan begitulah seterusnya, penerimaan dan penolakan. Hal yang wajar dan sangat lumrah di dunia ini.

Pictures of The Years

  • pemandangan 1
  • pemandangan 2
  • pemandangan 3
  • pemandangan 3
  • pemandangan 3
  • pemandangan 3